Selasa, 18 November 2025
Merek Mobil Cina Kian Mendominasi Pasar Indonesia di IIMS 2025
Merek Mobil Cina Kian Mendominasi Pasar Indonesia di IIMS 2025

Merek Mobil Cina Kian Mendominasi Pasar Indonesia Di IIMS 2025

Merek Mobil Cina Kian Mendominasi Pasar Indonesia Di IIMS 2025

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Merek Mobil Cina Kian Mendominasi Pasar Indonesia di IIMS 2025
Merek Mobil Cina Kian Mendominasi Pasar Indonesia Di IIMS 2025

Merek Mobil Cina, pameran otomotif Indonesia International Motor Show (IIMS) 2025 yang di gelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta, menjadi sorotan publik karena satu hal yang cukup mengejutkan: dominan merek-merek mobil asal Tiongkok. Dari deretan stan yang memamerkan inovasi terbaru, merek seperti BYD, Chery, Wuling, MG, hingga Great Wall Motors (GWM) tampil mencolok dengan produk-produk elektrifikasi yang agresif dan desain futuristik.

Menurut data panitia IIMS, lebih dari 30 persen area pameran utama tahun ini di tempati oleh produsen otomotif asal Cina. Angka ini naik drastis di banding IIMS 2023 yang hanya mencatat 12 persen.

Pameran tahun ini juga menandai tonggak penting bagi BYD dan Chery. BYD memperkenalkan model BYD Seal dan BYD Dolphin Mini. Dua kendaraan listrik yang telah sukses di pasar Eropa dan kini mulai di pasarkan resmi di Indonesia. Sementara Chery meluncurkan Tiggo 9 PHEV yang menawarkan kombinasi performa SUV premium dengan efisiensi bahan bakar tinggi.

Tak hanya dari sisi produk, merek Cina juga gencar memberikan program promosi agresif, seperti potongan harga, bunga 0 persen, dan layanan purna jual yang di perpanjang hingga 10 tahun. Strategi ini berhasil menarik minat pengunjung IIMS yang kini lebih terbuka terhadap merek non-Jepang.

Data survei pengunjung yang di lakukan Dyandra menunjukkan bahwa 42 persen pengunjung IIMS 2025 mengunjungi booth merek Cina sebagai prioritas utama, melampaui merek Jepang (38 persen) dan Korea (10 persen). Hal ini menunjukkan pergeseran persepsi konsumen terhadap kualitas dan nilai produk otomotif asal Tiongkok.

Analis otomotif Fitra Eri mengatakan bahwa pergeseran ini bukan fenomena sesaat.

Merek Mobil Cina, “Merek Cina datang bukan hanya dengan harga murah, tapi juga dengan value dan teknologi. Mereka belajar cepat, memahami pasar Indonesia, dan memberi pengalaman baru bagi konsumen. Kalau tren ini berlanjut, dalam 3–5 tahun mereka bisa jadi kekuatan dominan,” ujarnya.

Strategi Agresif: Inovasi Teknologi Dan Harga Kompetitif Jadi Kunci

Strategi Agresif: Inovasi Teknologi Dan Harga Kompetitif Jadi Kunci, keberhasilan merek mobil Cina di pasar Indonesia bukan kebetulan. Mereka datang dengan strategi bisnis yang matang dan terukur, terutama dalam tiga aspek utama: teknologi elektrifikasi, harga kompetitif, dan lokalisasi produksi.

Pertama, dari sisi teknologi, hampir semua merek Cina yang tampil di IIMS 2025 menonjolkan produk berbasis listrik atau hybrid plug-in (PHEV). BYD, misalnya, telah membawa seluruh lini EV-nya ke Indonesia, dari sedan premium hingga city car kompak. Model seperti BYD Atto 3 menampilkan baterai Blade Battery buatan sendiri yang di klaim lebih aman dan tahan lama.

Sementara Chery menghadirkan teknologi DHT (Dedicated Hybrid Transmission) yang memungkinkan transisi mulus antara mesin bensin dan motor listrik. Memberikan efisiensi tinggi di jalan perkotaan. MG (Morris Garages), di bawah naungan SAIC Motor, membawa MG4 EV. Kendaraan hatchback listrik yang sudah bersertifikasi keamanan Euro NCAP bintang lima.

Kedua, dari sisi harga, merek Cina berani bermain agresif. Mereka menargetkan segmen menengah ke atas, namun dengan harga 15–20 persen lebih murah di bandingkan mobil sekelas dari Jepang atau Eropa. Misalnya, BYD Dolphin di jual mulai dari Rp 358 juta, jauh di bawah harga mobil listrik sekelas dari Korea.

Ketiga, mereka berfokus pada lokalisasi produksi. Wuling sudah memiliki pabrik di Cikarang sejak 2017, yang kini memproduksi kendaraan listrik Wuling Air EV untuk pasar domestik dan ekspor ke Thailand serta Malaysia. Chery juga sedang membangun fasilitas perakitan di Bekasi dengan kapasitas 60.000 unit per tahun. Sementara BYD di kabarkan tengah menjajaki kerjasama dengan perusahaan lokal untuk perakitan EV di Karawang.

Langkah ini tidak hanya menekan biaya produksi, tapi juga memperkuat kepercayaan konsumen terhadap komitmen jangka panjang mereka di Indonesia. Dengan rantai pasok lokal yang lebih efisien, merek Cina memiliki keunggulan dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar dan kebijakan impor.

Respons Produsen Jepang: Inovasi Atau Tersingkir?

Respons Produsen Jepang: Inovasi Atau Tersingkir? Dominasi merek Cina di IIMS 2025 jelas memicu reaksi dari produsen Jepang, yang selama puluhan tahun mendominasi pasar otomotif Indonesia dengan pangsa lebih dari 80 persen.

Toyota, Honda, Mitsubishi, dan Suzuki kini mulai menyadari bahwa model konvensional tidak lagi cukup untuk menjaga posisi mereka. Masing-masing kini meluncurkan strategi baru berbasis elektrifikasi dan inovasi digital.

Toyota misalnya, memperkenalkan Innova Zenix Hybrid EV, kendaraan hybrid generasi baru yang di produksi lokal. Honda menampilkan e:HEV HR-V, sementara Mitsubishi memperkenalkan Xforce Hybrid Concept yang akan di produksi di Indonesia mulai 2026.

Namun, pengamat menilai produsen Jepang cenderung lambat beradaptasi di bandingkan kompetitor Cina. Mereka masih berhati-hati dalam menentukan investasi EV di Indonesia, terutama karena infrastruktur pengisian daya belum merata dan harga baterai masih tinggi.

“Jepang punya teknologi yang sangat baik, tapi terlalu konservatif. Cina datang dengan kecepatan dan keberanian mengambil risiko. Dalam bisnis otomotif modern, kecepatan adaptasi bisa lebih penting daripada reputasi,” ujar Larasati Putri, analis dari lembaga riset otomotif Frost & Sullivan.

Kelemahan produsen Jepang juga tampak dari sisi strategi pemasaran. Sementara merek Cina menggunakan pendekatan emosional dan teknologi masa depan, merek Jepang masih mengandalkan kampanye klasik seperti efisiensi bahan bakar dan reliabilitas mesin.

Meskipun demikian, bukan berarti posisi mereka akan mudah tergeser. Produsen Jepang masih memiliki jejaring distribusi dan layanan purna jual terbesar di Indonesia, yang sulit di saingi dalam waktu dekat. Toyota, misalnya, memiliki lebih dari 300 dealer resmi di seluruh Indonesia, sementara Wuling baru memiliki sekitar 150.

Namun, jika tren saat ini berlanjut, pangsa pasar Jepang bisa turun secara bertahap. Menurut proyeksi GAIKINDO, pabrikan Cina bisa menguasai hingga 25 persen pasar mobil nasional pada 2027, terutama di segmen EV dan SUV.

Masa Depan Otomotif Indonesia: Antara Persaingan Dan Transformasi Energi

Masa Depan Otomotif Indonesia: Antara Persaingan Dan Transformasi Energi, dominasi merek Cina di IIMS 2025 bukan hanya soal persaingan merek, tapi juga menandakan transformasi besar dalam arah industri otomotif Indonesia.

Pemerintah menargetkan Indonesia menjadi pusat produksi kendaraan listrik Asia Tenggara pada 2030. Untuk itu, investasi dari berbagai negara, termasuk Cina, sangat krusial. Menurut data Kementerian Investasi, total komitmen investasi sektor otomotif berbasis baterai asal Cina sudah mencapai US$ 11 miliar hingga awal 2025.

Selain sektor manufaktur, transformasi juga terlihat di rantai pasok. Perusahaan lokal mulai di libatkan dalam produksi komponen EV, dari baterai, sistem pendingin, hingga material ringan. Hal ini menciptakan lapangan kerja baru dan transfer teknologi yang penting untuk ekonomi nasional.

Namun, ada juga kekhawatiran bahwa dominasi merek Cina bisa membuat Indonesia terlalu bergantung pada satu negara.

“Kita harus memastikan kerja sama ini tidak menciptakan ketergantungan baru. Indonesia harus punya kapasitas teknologi sendiri dan kebijakan industri yang kuat,” kata Bhima Yudhistira, ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

Dari sisi konsumen, pergeseran ke kendaraan listrik akan mengubah lanskap mobilitas perkotaan. Mobil listrik yang lebih senyap, bebas emisi, dan hemat energi dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Sekaligus membantu pencapaian target Net Zero Emission 2060.

Pemerintah juga terus memperluas infrastruktur SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum). Hingga Maret 2025, sudah ada 2.134 titik SPKLU di seluruh Indonesia, dan targetnya mencapai 10.000 titik pada 2028.

Dengan kombinasi kebijakan, investasi, dan inovasi, Indonesia kini berada di jalur yang menjanjikan untuk menjadi pemain utama dalam industri otomotif global. IIMS 2025 menjadi bukti bahwa masa depan otomotif Indonesia bukan lagi di monopoli satu negara atau satu teknologi, melainkan terbuka bagi siapa pun yang berani berinovasi Merek Mobil Cina.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait