Minggu, 09 November 2025
Jumlah Perusahaan Bangkrut Di Inggris Turun 8% Pada Juni
Jumlah Perusahaan Bangkrut Di Inggris Turun 8% Pada Juni

Jumlah Perusahaan Bangkrut Di Inggris Turun 8% Pada Juni

Jumlah Perusahaan Bangkrut Di Inggris Turun 8% Pada Juni

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Jumlah Perusahaan Bangkrut Di Inggris Turun 8% Pada Juni
Jumlah Perusahaan Bangkrut Di Inggris Turun 8% Pada Juni

Jumlah Perusahaan Bangkrut dengan data resmi dari Layanan Kepailitan Inggris (Insolvency Service) mengungkapkan bahwa jumlah perusahaan yang di nyatakan bangkrut di Inggris turun sebesar 8% pada bulan Juni 2025 di bandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan ini menandai perubahan arah dari tren negatif yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir, terutama sejak krisis biaya hidup dan tekanan inflasi menghantam ekonomi Inggris secara signifikan sejak 2022.

Menurut laporan tersebut, terdapat total 2.006 perusahaan yang mengalami proses kebangkrutan formal pada Juni 2025, di bandingkan dengan 2.189 perusahaan pada Juni 2024. Meski angka ini tetap tinggi jika di bandingkan dengan tingkat pra-pandemi, penurunan tahunan pertama ini di anggap sebagai indikasi bahwa tekanan keuangan terhadap bisnis mulai mereda, atau paling tidak telah mencapai titik stabil dalam siklus ekonomi saat ini.

Faktor utama yang di sebutkan dalam laporan adalah kebijakan suku bunga yang lebih stabil serta beberapa intervensi fiskal berskala kecil dari pemerintah. Selain itu, terjadi penurunan biaya energi serta stabilnya inflasi makanan pokok, yang sebelumnya menjadi beban utama bagi usaha kecil dan menengah (UKM).

Pakar restrukturisasi bisnis juga menyoroti fakta bahwa beberapa perusahaan yang seharusnya sudah kolaps pada bulan-bulan sebelumnya mungkin telah di topang sementara oleh kebijakan penundaan pembayaran utang atau kesepakatan renegosiasi sewa. Artinya, penurunan angka kebangkrutan ini bisa juga merupakan hasil dari “penundaan kehancuran”, bukan pemulihan yang substansial.

Jumlah Perusahaan Bangkrut meski demikian, secara keseluruhan, banyak pelaku pasar menyambut data ini dengan hati-hati optimistis. Sektor-sektor seperti ritel independen dan manufaktur skala kecil menunjukkan tanda-tanda stabilisasi, bahkan ada yang mulai kembali merekrut pekerja dalam jumlah kecil, menunjukkan kepercayaan yang mulai pulih terhadap prospek enam bulan ke depan.

Jumlah Perusahaan Bangkrut Yang Paling Terpengaruh Dan Mulai Bangkit

Jumlah Perusahaan Bangkrut Yang Paling Terpengaruh Dan Mulai Bangkit menilik lebih dalam ke sektor-sektor ekonomi yang terdampak, laporan Juni 2025 menunjukkan bahwa sektor konstruksi masih mencatat jumlah kebangkrutan tertinggi, di ikuti oleh ritel, layanan makanan, dan perhotelan. Namun demikian, di bandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya, jumlah perusahaan bangkrut di sektor perhotelan menurun cukup signifikan — hingga 13% lebih rendah di bandingkan Juni 2024.

Sektor perhotelan dan layanan makanan termasuk yang paling terpukul sejak pandemi hingga krisis biaya hidup mengguncang belanja rumah tangga. Banyak restoran dan hotel kecil yang gulung tikar karena tidak mampu menanggung biaya operasional tinggi dan sepinya pelanggan. Namun dalam beberapa bulan terakhir, sektor ini mengalami sedikit angin segar karena meningkatnya jumlah wisatawan domestik dan pelonggaran kebijakan perjalanan internasional.

Di sisi lain, sektor teknologi dan layanan keuangan justru mencatat penurunan kasus kebangkrutan sebesar 15%, menjadikannya salah satu sektor paling stabil saat ini. Banyak perusahaan teknologi yang sebelumnya memberhentikan karyawan dalam jumlah besar kini tampak mulai menyesuaikan model bisnisnya dan mendapatkan aliran dana segar dari investor swasta.

Namun, kondisi berbeda terjadi pada sektor konstruksi yang justru tetap berada dalam tekanan. Biaya bahan bangunan masih tinggi dan permintaan terhadap pembangunan rumah baru belum pulih sepenuhnya. Beberapa proyek besar mengalami penundaan atau pembatalan karena bank masih selektif memberikan pembiayaan terhadap pengembang kecil.

UKM di sektor ritel juga belum sepenuhnya pulih. Meskipun ada tren konsumen kembali berbelanja secara langsung, banyak toko kecil di luar kota besar masih mengalami kesulitan dalam membayar sewa dan gaji karyawan. Beberapa asosiasi bisnis lokal mendesak pemerintah agar memperpanjang keringanan pajak dan memberikan insentif khusus bagi sektor ini demi mempercepat proses pemulihan.

Secara keseluruhan, meski beberapa sektor menunjukkan tanda pemulihan, ketimpangan antar industri masih besar. Pemerintah di harapkan mampu merancang kebijakan sektoral yang lebih presisi guna mendukung sektor-sektor yang tertinggal dan mencegah lonjakan kebangkrutan di masa depan.

Kebijakan Pemerintah Dan Respon Dunia Usaha

Kebijakan Pemerintah Dan Respon Dunia Usaha melalui Kementerian Keuangan menyatakan bahwa penurunan angka kebangkrutan merupakan bukti efektivitas kebijakan stabilisasi ekonomi yang mereka lakukan selama 18 bulan terakhir. Pemerintah telah memperkenalkan beberapa program insentif pajak, subsidi energi skala mikro. Serta dana pinjaman berbunga ringan bagi UKM yang terdampak inflasi dan kenaikan biaya pinjaman.

Kanselir Keuangan Inggris menyebutkan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk membantu. Sektor usaha kecil agar bisa bertahan dan berkembang dalam kondisi ekonomi yang menantang. Selain kebijakan makro, beberapa otoritas lokal juga di beri wewenang untuk. Memberikan dukungan tambahan, seperti pengurangan pajak properti bisnis dan program pelatihan ulang tenaga kerja.

Di pihak lain, asosiasi pengusaha menilai bahwa meskipun bantuan pemerintah membantu mengurangi. Tekanan jangka pendek, langkah-langkah tersebut belum cukup untuk mendorong transformasi bisnis secara menyeluruh. Mereka menyoroti kurangnya akses pembiayaan jangka menengah dan tingginya biaya administrasi yang masih menjadi hambatan besar bagi banyak UKM.

Selain itu, ketidakpastian kebijakan pasca-Brexit juga masih menyulitkan sektor ekspor. Terutama bagi perusahaan manufaktur kecil yang bergantung pada rantai pasok Eropa. Biaya logistik yang lebih tinggi dan perubahan peraturan bea masuk masih menambah beban keuangan di beberapa sektor.

Sejumlah perusahaan besar pun mulai mendesak pemerintah untuk memperjelas arah kebijakan. Ekonomi jangka menengah, terutama terkait dengan pengembangan infrastruktur digital dan transisi energi bersih. Kedua bidang ini di nilai krusial untuk meningkatkan daya saing dan menciptakan ekosistem usaha yang lebih tahan terhadap guncangan global.

Bank-bank besar di Inggris juga di laporkan mulai lebih selektif dalam menyalurkan. Kredit bisnis, menyesuaikan dengan hasil uji ketahanan keuangan terbaru. Hal ini berdampak langsung pada kemampuan ekspansi banyak usaha mikro. Dan kecil, yang justru paling membutuhkan modal kerja untuk bertahan dalam kondisi pasar yang fluktuatif.

Secara keseluruhan, dunia usaha menyambut positif tren penurunan angka kebangkrutan, tetapi tetap. Menekankan pentingnya kesinambungan kebijakan serta dukungan struktural agar pemulihan ini tidak berhenti di tengah jalan.

Tantangan Ke Depan: Apakah Penurunan Ini Bisa Berlanjut?

Tantangan Ke Depan: Apakah Penurunan Ini Bisa Berlanjut? penurunan jumlah kebangkrutan bulan Juni menjadi kabar baik, banyak analis memperingatkan. Bahwa tantangan besar masih menghadang ekonomi Inggris dalam jangka pendek hingga menengah. Salah satu faktor utama adalah ketidakpastian global, termasuk potensi perlambatan. Ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat, yang bisa menekan permintaan ekspor Inggris.

Inflasi memang telah melambat, namun masih berada di atas target Bank of England. Suku bunga acuan juga masih tergolong tinggi, dan belum ada kepastian apakah akan terjadi pemangkasan dalam waktu dekat. Hal ini membuat beban bunga utang bagi perusahaan tetap tinggi, terutama bagi yang memiliki pinjaman variabel.

Selain itu, banyak bisnis kecil masih belum pulih dari dampak utang pandemi. Program pembiayaan darurat seperti Bounce Back Loan yang dulu membantu banyak UKM sekarang menjadi beban. Karena pelunasan mulai jatuh tempo sejak awal tahun ini. Jika pendapatan belum cukup pulih, banyak perusahaan dikhawatirkan tidak mampu memenuhi kewajiban cicilan.

Faktor lainnya adalah tekanan dari sisi ketenagakerjaan. Meski pengangguran relatif stabil, masih banyak perusahaan yang kesulitan merekrut pekerja terampil dengan gaji yang kompetitif. Hal ini mendorong kenaikan biaya tenaga kerja dan menekan margin usaha, terutama di sektor jasa.

Kondisi geopolitik juga berpengaruh. Ketegangan di Laut China Selatan, konflik di Ukraina yang belum usai. Dan ancaman keamanan siber global membuat investor cenderung menahan ekspansi. Jika tidak ada kejelasan arah geopolitik, pasar modal dan investasi langsung ke sektor riil bisa kembali lesu.

Para pelaku pasar berharap tren ini bisa terus berlanjut, namun dengan kesadaran penuh bahwa pemulihan ekonomi adalah proses panjang. Yang memerlukan konsistensi kebijakan dan respons adaptif terhadap perubahan global yang semakin cepat dengan Jumlah Perusahaan Bangkrut.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait