
News

Pembatasan Wisatawan Borobudur Menuai Protes
Pembatasan Wisatawan Borobudur Menuai Protes

Pembatasan Wisatawan Borobudur Belakangan Ini, Kebijakan Pembatasan Jumlah Pengunjung Yang Di Izinkan Naik Ke Struktur Candi. Sejumlah spanduk dengan tulisan misalnya”Menolak Pembatasan Pengunjung 1.200 Orang Per Hari ke Candi Borobudur”. Kemudian “Mendukung Revisi Perpres 101 TH 2024” di pasang di sejumlah titik di area kawasan candi. Forum Masyarakat Borobudur Bangkit (FMBB) menjadi salah satu komunitas yang menyerukan ketidakpuasan kepada kebijakan ini. Mereka beranggapan bahwa pembatasan tersebut berefek signifikan pada penurunan jumlah wisatawan. Yang pada gilirannya mempengaruhi pendapatan masyarakat sekitar yang bergantung pada bidang pariwisata.
Menanggapi protes tersebut, Wakil Menteri Pariwisata, Ni Luh Puspa, memaparkan bahwa Pembatasan Wisatawan Borobudur ini merupakan langkah penting. Untuk menjaga keberlanjutan dan kelestarian Candi Borobudur sebagai situs warisan dunia UNESCO. Beliau menegaskan pentingnya memproteksi struktur fisik candi dari peluang kerusakan akibat tingginya aktivitas wisatawan. Selain itu, pembatasan ini juga di buat untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung dan melindungi kualitas pengalaman wisata di Candi Borobudur.
Pemerintah berharap masyarakat dan pelaku wisata bisa memahami dan mendukung keputusan ini demi kebaikan bersama. Terutama dalam usaha menjaga kelestarian Candi Borobudur untuk generasi mendatang. Selain itu, pengembangan area penyangga di sekitar candi terus di usahakan untuk memastikan kunjungan wisata di lokasi tersebut tetap terjaga. Tanpa mengesampingkan kelestarian situs bersejarah ini. Dengan demikian, walaupun kebijakan pembatasan ini menimbulkan protes. Pemerintah menyatakan bahwa langkah tersebut di ambil dengan pertimbangan matang untuk memastikan Candi Borobudur tetap lestari. Dan dapat di nikmati oleh generasi mendatang.
Menilik Pembatasan Wisatawan Borobudur Dari Regulasinya
Pembatasan jumlah wisatawan yang di perbolehkan naik ke Candi Borobudur menjadi pembicaraan yang mendapat protes dari sejumlah pihak. Terutama masyarakat setempat yang menggantungkan mata pencahariannya pada bidang pariwisata. Kebijakan ini di aplikasikan dengan alasan utama untuk melindungi kelestarian struktur candi yang merupakan salah satu objek warisan dunia UNESCO. Namun, kebijakan ini juga harus di lihat dalam hal regulasi yang mengaturnya. Menilik Pembatasan Wisatawan Borobudur Dari Regulasinya dasar hukum pembatasan ini merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 101 Tahun 2024. Yang mengatur mengenai pengelolaan kawasan strategis pariwisata nasional.
Peraturan ini memberikan wewenang untuk pemerintah dalam mengontrol jumlah wisatawan. Guna memproteksi situs bersejarah dari degradasi akibat beban wisata yang berlebihan. Selain itu, kebijakan ini juga merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang menegaskan perlindungan kepada cagar budaya nasional. Dalam peraturan ini, di sebutkan bahwa pelestarian situs sejarah harus di utamakan di bandingkan kepentingan ekonomi jangka pendek.
Selain itu, UNESCO sebagai lembaga yang menetapkan Borobudur sebagai warisan dunia juga mempunyai standar konservasi yang wajib di ikuti. Jika kondisi fisik candi terus mengalami kerusakan karena tingginya jumlah wisatawan, statusnya sebagai warisan dunia dapat terancam. Oleh karena itu, kebijakan pembatasan ini di ambil untuk memastikan bahwa Borobudur. Tetap dapat di datangi oleh generasi mendatang tanpa mengalami kerusakan yang parah. Namun, masyarakat sekitar yang tergabung dalam Forum Masyarakat Borobudur Bangkit (FMBB) menilai kebijakan ini tidak berpihak pada pelaku usaha setempat. Dengan jumlah wisatawan yang di batasi hanya 1.200 orang per hari, penghasilan dari bidang pariwisata di perkirakan akan menurun tajam.
Efek Terhadap Pelaku Usaha Sekitar Candi
Kebijakan pembatasan jumlah wisatawan yang bisa mengunjungi Candi Borobudur menimbulkan sejumlah reaksi. Salah satunya datang dari pelaku usaha di area kawasan wisata. Pembatasan ini, yang di atur dalam Perpres Nomor 101 Tahun 2024. Bertujuan untuk memproteksi kelestarian Candi Borobudur sebagai situs warisan dunia. Namun, kebijakan tersebut memberikan Efek Terhadap Pelaku Usaha Sekitar Candi yakni ekonomi lokal. Terutama untuk para pelaku usaha yang bergantung pada kunjungan wisatawan. Candi Borobudur, menjadi salah satu destinasi wisata utama di Indonesia, telah menjadi sentra ekonomi untuk masyarakat sekitar.
Banyak pelaku usaha yang mengandalkan sektor pariwisata, mulai dari pedagang cinderamata, restoran, hotel, hingga penyedia jasa transportasi. Sebelumnya, dengan jumlah wisatawan yang datang dalam jumlah besar setiap harinya, usaha-usaha ini bisa berjalan dengan cukup baik. Namun, dengan adanya pembatasan jumlah pengunjung yang hanya di perbolehkan sekitar 1.200 orang per hari. Pelaku usaha lokal merasa takut pendapatan mereka akan menurun drastis. Salah satu sektor yang paling terasa ialah pedagang cinderamata dan oleh-oleh khas Borobudur. Sebelum adanya pembatasan, jumlah wisatawan yang banyak memberikan kesempatan untuk pedagang dalam meraih keuntungan yang signifikan.
Namun, dengan berkurangnya jumlah wisatawan, permintaan kepada barang-barang dagangan mereka pun menurun. Hal ini mendorong para pedagang untuk beradaptasi, bahkan banyak yang merasa terancam kelangsungan usahanya apabila kondisi ini tetap berlanjut. Tak hanya sektor perdagangan dan transportasi, penginapan dan restoran juga terdampak. Hotel dan penginapan yang sebelumnya ramai oleh wisatawan, kini terpaksa menurunkan tarif dan mencari cara untuk bisa bertahan. Dalam sejumlah kasus, hotel-hotel di sekitar Borobudur harus mengurangi jumlah kamar yang tersedia atau bahkan menutup sementara waktu. Karena permintaan yang menurun drastis.
Usia Objek Wisata Ini Yang Sudah Tua
Candi Borobudur adalah salah satu peninggalan sejarah terbesar di Indonesia yang sudah berdiri selama lebih dari 1.200 tahun. Di bangun pada kepemimpinan Dinasti Syailendra sekitar abad ke-8 hingga ke-9 Masehi. Candi ini menjadi saksi kejayaan peradaban Buddha di Nusantara. Sebagai situs warisan dunia yang di akui oleh UNESCO sejak 1991, Borobudur mempunyai nilai sejarah. Budaya dan arsitektural yang cukup tinggi. Namun, Usia Objek Wisata Ini Yang Sudah Tua membawa hambatan besar dalam hal pelestarian dan perlindungan candi ini. Sebagai struktur batu yang sudah bertahan lebih dari satu milenium. Borobudur menghadapi sejumlah ancaman, baik dari faktor alam maupun kegiatan manusia.
Erosi akibat cuaca, gempa bumi, hujan asam, serta pertumbuhan lumut dan jamur pada batuan candi menjadi masalah utama. Yang mempengaruhi keawetan struktur bangunan. Selain itu, gempa bumi yang kerap terjadi di daerah Jawa Tengah juga berisiko menyebabkan keretakan pada struktur candi. Meskipun sudah di lakukan sejumlah upaya restorasi sejak zaman kolonial Belanda sampai saat ini. Langkah-langkah pelestarian terus di lakukan oleh pemerintah dan para ahli konservasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satu upaya penting ialah restorasi besar-besaran yang di lakukan ketika tahun 1973 hingga 1983 dengan bantuan UNESCO.
Selain itu, pemakaian teknologi modern untuk pemantauan keadaan batuan. Seperti pemindaian laser dan sensor kelembapan, menjadi aspek dari strategi konservasi jangka panjang untuk membuat Borobudur tetap lestari. Kebijakan pembatasan wisatawan serta peningkatan usaha konservasi di harapkan mampu menjaga keberlangsungan candi ini supaya tetap berdiri kokoh. Dan dapat di nikmati oleh generasi mendatang. Dengan kestabilan antara pelestarian dan pariwisata yang berkelanjutan, Borobudur bukan sekedar menjadi saksi sejarah kejayaan masa lalu. Tetapi juga warisan budaya yang tetap hidup dan di hargai sampai masa depan. Demikianlah pemaparan mengenai Pembatasan Wisatawan Borobudur.